Selasa, 31 Agustus 2021

2016-2021

Menyibukkan diri
Harapannya agar bertambah harta
Kenyataannya
Usia bertambah
Pengalaman bertambah
Harta yang diperoleh?
Untuk memberi makan diri dan keluarga
Memperpanjang langkah pun butuh biaya
Menimba ilmu dari hobi bukanlah murah
Sesekali berlibur yang murah
Atau sekedar self-reward yang ala kadarnya
Apa benar ini karena belum piawai mengelola
Atau memang karena jumlah yang kuterima tidak pernah tembus angka dua?

Kamis, 24 Maret 2016

Catatan ke 28 tahun (Bebasian 20 Agustus 2015)

Pertama kalinya ulangtahun di rumah orang.....di kota orang.....di tengah-tengah keluarga orang.....tanpa ada dihiasi celotehan dan tepukan khas di pipi dari papa, mama, abang, sobat genkz, dan teman sepelayanan.....

Pertama kalinya di tanggal 19 Agustus merasa kosong.....nyampe rumah cuma bisa bengong memandang layar handphone.....karena yang dihubungi sedang sibuk. Akhirnya tertidur dengan bantal yang basah

kemudian di hari H

menghela nafas, membentuk senyum semampunya, menutup mata yang sembab lalu berkata lirih.....

"Terimakasih atas hari ini, Tuhan. Terimakasih atas pertambahan usia yang ke-28 ini" 
Bukannya tidak mau bersyukur....
Hanya saja terasa seperti berada dalam ruangan kosong dan tak berangin.....kering 

Mungkin ini pergerakan zombie yang berjalan tanpa berpikir hanya mengikuti insting buta
Apapun yang kulakukan di hari itu hanyalah seperti disetel mesin
Tersenyum seperti yang sudah diprogramkan
Berkata seperti yang sudah dikonsepkan

Tidak hidup

Setiba di rumah, rupanya sudah dibuat jamuan khusus untukku....sungguh terasa terharu.....tapi yang di benakku tetaplah ada mereka duduk bersama. Bukan bertiga seperti ini

Tuhanku, begitu banyak keluhanku hari ini......

Dari wajahku pasti sudah terpancar bahwa ada rasa sedih dibalik senyum seadanya
 Kurasakan mood sekitarku tidak ceria
 Maaf, karena aku....

Layar handphone berhasil berusaha menjebol pertahananku seharian ini
Papa bilang, mama pagi-pagi sudah nangis dan membuat papa panik
Mama teringat hari ini aku berulangtahun.....dan aku tidak berada di tengah-tengah mereka kini

Sungguh, sekuat tenaga kutahan suara batinku yang rapuh di kamar

Tidak mungkin ku putarkan nomor itu sekarang
Yang ada malah merusak suasana

Setelah tenang, barulah kuhubungi mama

Dengan suara ceria mama menyambutku, sungguh hariku yang tadinya dinaungi mendung mendadak muncul matahari yang cerah! Betapa ku rindu rumah, ma...pa...betapa kuingin disana sekarang

Cukuplah kado yang kuterima hari ini....

Memang benar
Jarak dan waktu tidak berarti bila orang-orang yang terpisah darimu itu selalu di hati
Sungguh cukup mendengar suara dan mendapat kabar
Sambil menunggu hari akan bertemu 

Semakin kuat ikrar ku akan hari ini

Akan ku genggam sukses itu disini, di Jakarta ini
Pantang aku pulang kalau tidak membawa kebanggaan buat papa mama....keluarga kita 


 

Kamis, 30 Oktober 2014

GAUL...boleh ga yaa...???



PENDAHULUAN

Gaul adalah istilah yang sangat akrab di telinga kita dan biasanya popular di kalangan para remaja. Kalo ga gaul, berarti ga keren, ga up2date, ketinggalan, cupu, dan banyak istilah lainnya yang menggambarkan betapa “gaul” itu seolah-olah sudah menjadi keharusan bagi mereka (remaja).

Remaja atau teruna; dalam istilah bahasa inggris disebut teens, teenager.  Dalam KBBI remaja memiliki definisi “mulai beranjak dewasa”, a juvenile between the onset of puberty and maturity (Kamus Thesaurus). Dengan kata lain, remaja adalah masa dimana seseorang meninggalkan usia, masa, dan kebiasaan anak-anak menuju kedewasaan awal. Ciri khas yang terlihat dari tahap ini adalah dari pertumbuhan fisik hingga gaya yang mereka ekspresikan; mulai dari cara berbicara, cara berpakaian, hobby yang diminati, dsb. 

Kamus besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa: ga· ul , ber· ga· ul ;  adalah bermakna sebagai hidup berteman (bersahabat). Sedangkan dalam kamus Seasite gaul itu adalah berteman ; berhubungan baik dengan orang lain. Dalam kamus Thesaurus, bergaul yaitu berbaur, bercampur, berkawan, berkenalan, bersosialisasi, bersahabat, bersatu, berteman, merasuk;
 
       Nah, kalau kita lihat pemaparan dari ketiga sumber diatas dapat diambil simpulan bahwa gaul memiliki unsur adanya “aktivitas sosial”. Seperti pernyataan oleh seorang filsuf terkenal dari Yunani yaitu Aristoteles yang mengatakan bahwa, “Manusia adalah
makhluk sosial / zoon politicon. Tidak mungkin dapat hidup di dunia ini sendirian; tanpa membutuhkan kehadiran oranglain. Individu yang bergerak dalam aktivitas sosial dengan individu lain yaitu seseorang yang tinggal di dalam populasi saling berinteraksi dan menguntungkan untuk masyarakat.

Setelah melihat pemaparan di atas, bisa kita ambil simpulan bahwa gaul / pergaulan itu memiliki makna ” Aktivitas sosial oleh satu orang (individu) dengan individu lain atau dalam suatu kelompok yang saling : berkomunikasi ,berhubungan baik , dan mempengaruhi”. Lingkungan sekitar seseorang turut mengambil peran dalam pembentukan sikap dan tingkah lakunya sehari-hari ( karakter ); walau tidak dapat dipungkiri bahwa faktor bawaan sudah ada menjadi ciri khas.

Oleh karena itu, kita wajib mengetahui pergaulan yang dapat memberi efek positif dan negatif bagi diri kita sendiri. Tidak dapat dipungkiri jika kita berada dalam lingkungan pergaulan yang positif  dan saling membangun akan memacu kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Begitu pula sebaliknya apabila kita memilih untuk berada di lingkungan pergaulan yang negatif; entah kita memang benar-benar terlibat di dalamnya atau hanya sekedar “lewat”, dampaknya akan imbas ke diri kita pula ( mau tidak mau).

Contoh pergaulan yang positif yakni berada di kelompok sosial yang memiliki kebiasaan untuk rajin belajar, memiliki minat yang sama dalam bidang mata pelajaran tertentu (English club, Diskusi Ilmiah, dll), tidak segan untuk sharing serta mau menjaga rahasia, tidak segan menegur apabila ada kawan yang salah, tetap melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama-sama tanpa melanggar aturan yang ada.

     Sedangkan contoh pergaulan yang negatif ; atau istilah lainnya adalah “salah gaul” , yakni apabila lingkungan sosialnya tidak membentuk kita menjadi pribadi yang lebih baik malah mencoba untuk menjerumuskan. Sikap dan perilaku yang ditunjukkan anggotanya kurang membangun. Kebiasaan memfitnah , menghakimi, atau membicarakan kehidupan pribadi oranglain, tingkah laku yang sering menimbulkan konflik, mendorong untuk melakukan tindakan berbahaya / melanggar peraturan yang ada ; imbasnya akan membahayakan diri kita, anggota kelompok itu sendiri  serta oranglain yang ada di sekitar.



GIMANA CARANYA JADI ANAK GAUL??

Mungkin menjadi pertanyaan besar dalam benak kita tentang gaul yang baik dan benar, atau malah mempertanyakan boleh atau tidaknya remaja itu gaul. Gaul itu boleh-boleh saja. Jangan sampai kita menutup diri terhadap semua kemungkinan-kemungkinan yang ada untuk membangun kita menjadi pribadi yang baik hanya karena takut “salah gaul”. Yang patut diperhatikan adalah kita tahu betul mana yang baik dan mana yang tidak boleh ditiru. Pada prinsipnya adalah, kita menyayangi diri kita sendiri. Kita mau dan mampu menjaga diri sendiri dari efek negative yang datang dari dalam ataupun dari luar.

Mengapa remaja ingin tampil gaul? Remaja berani berkesperimen dengan gaya hidup serta berpakaian yang dirasakan menambah nilai diri ( istilahnya “keren”) terhadap lingkungan sekitarnya. Menurut seorang ahli Erikson (dalam Agustiani, H. Psikologi Perkembangan. 2009.33) , seorang remaja sangat membutuhkan makna tentang kehadiran dirinya bagi orang lain. Karena itu keinginan untuk diakui, upaya peningkatan rasa percaya diri, serta kemandirian adalah hal yang mereka ingin raih. Kalau tidak mengikuti perkembangan akan dicap anak “Cupu”, “Ga Gaul”, “Kamseupay” , dsb. 

Remaja ingin tampil gaul karena adanya harapan dalam diri atapun dari luar diri mereka yang diwujudnyatakan dengan cara :.......

Ingin membaca artikel ini lebih lengkap? Silahkan isi permohonan di kolom komen sertai alamat email atau facebook untuk saya kirim artikel lengkapnya :)
 
 




sumber : Google, Wikipedia, Materi pembinaan Pelkat Teruna GPIB Marturia oleh Erni Murniarti, M.Pd , Psikologi Perkembangan oleh H. Agustiani, Psikologi Umum oleh Abu Ahmadi edisi Revisi, Materi pembinaan Pelkat Gerakan Pemuda GPIB Marturia oleh Johan Tumanduk

Kamis, 21 Agustus 2014

Johanna Margaretha: Catatan ke 27 tahun

Johanna Margaretha: Catatan ke 27 tahun: Hari ini....tidak....lebih tepatnya minggu ini...adalah saat2 dimana tumben tumbennya aku banyak merenung dan bengong yang ada di benak ad...

Rabu, 20 Agustus 2014

Catatan ke 27 tahun

Hari ini....tidak....lebih tepatnya minggu ini...adalah saat2 dimana tumben tumbennya aku banyak merenung dan bengong

yang ada di benak adalah, "Gilak udah 27 tahun ! Sudah berbuat apa aja aku selama hidup belakangan ini?".....aku mencoba untuk mengingat SE-MU-A hal...tapi otakku terlalu lemah untuk itu

kalau bisa dibilang otakku seperti nge-hang

namun, semua berubah di saat malam ini kami mengadakan ibadah syukur bersama GP'ers dan kuartet kwek-kwek di rumah

Papa.....yang selama ini ternyata memperhatikanku dalam diam, menyatakan hal yang tak kusangka dan hampir menjebol bendungan airmataku

"Johanna, anak kami yang kami perhatikan selama ini....kami ga tau persis apa pergumulannya.... pergumulan pribadinya....tapi yang kami lihat dia tidak pernah mencoba menghindar....dia selalu hadapi....dengan ketekunan dia tetap menjalani semua pergumulannya"

Pa, Ma......maaf kalau akhir-akhir ini aku jarang share lagi dengan papa dan mama.....kalaupun ada itu hanya sekedar hal-hal yang berkaitan dengan pendidikanku saja. Sesungguhnya ada begitu banyak beban yg kusimpan dalam hati dan terpaksa itu semua kulakukan supaya papa dan mama ga kepikiran dan terlalu khawatir denganku

Sebenarnya sudah beribu kali aku ingin menyerah.....aku berusaha meminta pertolongan dari Tuhan dalam diam untuk meredakan rasa gemetar dalam diri saat menempuh pergumulan dan omongan negatif orang terhadapku selama ini. Melihat kondisi papa dan mama yang semakin hari semakin lemah...membuatku tak tega melontarkan keluhan yang sebenarnya selama ini ingin kuteriakkan. Oleh karena itu, selama ini Butet selalu menampilkan sosok yang tegas, idealis, dan mungkin sering memberikan statement keras. Butet ga mau memperlihatkan kelemahan dan rasa gemetar ini di hadapan papa dan mama....

Pa, Ma.....sudah 27 tahun ini kulihat papa dan mama sudah susah payah memperjuangkan hidup keluarga kita dan sampai sekarang belum memberikan bantuan yang berarti. Butet hanya bisa menyumbangkan bantuan berupa tidak berbuat yang macam-macam dalam pergaulan.....termasuk yaa itu....berusaha untuk menghadapi pergumulan pribadi yang senantiasa kualami tanpa harus membebani papa dan mama. Setiap hari Butet hanya bisa berdoa agar papa dan mama ditambahkan umurnya minimal 10 tahun....10 tahun saja....agar bisa melihat kami sukses, memiliki keluarga, sempat menimang cucu, pokoknya disempatkan melihat kami sekedar membalas semua kasih sayang dari papa dan mama

Pa Ma....maaf kalau Butet telat membahagiakan papa dan mama jika dibandingkan teman2 sebayaku yang sudah bekerja dengan mapan dan memiliki keluarga baru.....Semoga Tuhan sudi mengabulkan doaku yang ingin membahagiakan papa dan mama serta membanggakan seluruh keluarga kita di saat papa dan mama masih hidup dan kuat berdiri


Sabtu, 05 Juli 2014

SEKARANG ATAU LIMA PULUH TAHUN LAGI



Headline diatas pasti mengingatkan kita dengan judul lagu pop yang sempat popular beberapa tahun lalu ; serta telah beberapa kali di recycle dan di cover oleh penyanyi-penyanyi lain di tahun berikutnya. Akan tetapi, yang akan saya torehkan dalam tulisan kali ini tidak akan mengulas lebih dalam mengenai arti dan interpretasi lagu tersebut menurut pandangan pribadi; hanya saja sedikit banyak terinspirasi daripada lirik lagunya.
Pertama-tama yang terlintas dalam benak saya adalah…..waktu tidak pernah berjalan mundur atau menunggu kita yang sedang berjalan di dalamnya. Tidak pernah kutemui adanya hal yang sama persis ;  antara hal-hal yang kutemui kemarin dengan hal-hal yang ditemui hari ini, pun saya tidak mengetahui hal-hal apa yang AKAN ditemui esok. Kecuali, sesuai dengan kata orang bijak, ketika saya memutuskan untuk diam sementara rentetan waktu terus melaju ke depan.
Apapun pengalaman yang telah terjadi tentu akan tersimpan, mau tidak mau, sadar tidak sadar, hal itu tidak mungkin dilupakan…hanya tersimpan; apakah jauh ke dalam alam bawah sadar atau tetap dalam pikiran kita. Mungkin kita pernah mengalami dimana dengan sekuat tenaga memberikan sugesti untuk melupakan sesuatu ; akan tetapi di waktu yang tidak terduga hal tersebut muncul ke permukaan karena adanya suatu pemicu yang tidak kita sadari. Perasaan dan kesan yang kita dapat selama menempuh suatu pengalaman hidup sering membekas dan sulit untuk hilang sama sekali. Termasuk pengalaman bertemu dengan orang yang kita kasihi.
Saya percaya bahwa setiap manusia telah disiapkan pasangannya masing-masing. Akan tetapi, Tuhan menempatkan kita ke dalam suatu “proses” kepada kita melalui orang-orang yang kita temui untuk belajar “mengenali dia” , terlebih-lebih “mengenali diri kita sendiri” melalui pengalaman kita bersama “dia”. Interaksi yang berjalan secara intens dengan segala warna dinamika , sesungguhnya akan memberikan pengalaman yang berbeda setiap harinya.
Satu per satu orang yang kita kasihi mungkin datang secara silih berganti; hingga pada akhirnya kita menemui seseorang yang kita yakini bahwa , DIALAH ORANG YANG KIRANYA TELAH DIPERSIAPKAN TUHAN UNTUK MENJADI PENDAMPING HIDUPKU. Ketika kita telah berkomitmen bahwa hanya dialah yang menjadi satu-satunya alasan kegirangan kita dalam berbagi setiap segi kehidupan dalam ikatan keluarga yang utuh. Sepertinya suatu lagu wajib bagi calon pasangan dan pasangan tersebut untuk menyanyikan lagu yang menjadi headline ini :-D.
Akan tetapi, saya memiliki pandangan yang sedikit berbeda. Saya tidak ingin tetap sama seperti sekarang ini. Saya tidak ingin tetap memiliki kadar perasaan yang sama seperti saat pertama kali saya bertemu dan meyakini bahwa “kamu” adalah “aku”. Waktu terus berjalan  dan tidak mau menunggu. Saya ingin “kita” ikut berjalan dan mungkin berlari bersama waktu….saya tidak ingin kita hanya “diam”.
Saya ingin rasa cinta dan kasih saya semakin bertambah setiap harinya, setiap bulannya, setiap tahunnya. Saya ingin kita semakin tambah mengenal dan tak segan menunjukkan kelemahan kita setiap harinya, setiap bulannya, setiap tahunnya. Saya ingin kita tambah mengenal dan melengkapi setiap harinya, setiap bulannya, setiap tahunnya. Saya ingin semakin diperkaya dengan pengalaman melihat perkembangan buah hati kita bersama-sama setiap harinya, setiap bulannya, setiap tahunnya.
Mungkin hal yang akan menyebabkan kita terdiam adalah ketika kelelahan menyerang dan memaksa kita untuk istirahat sejenak. Sejenak. Tidak ingin berlama-lama.
Diam akan menjadi teman adalah ketika salah satu diantara kita terlalu jauh untuk menggandeng tangan dan berjalan bersama-sama. Ketika salah satu harus pindah ke tautan waktu yang berbeda dengan dunia fana. Ketika salah satu hanya bisa berjalan dan berlari sendirian….sambil menggenggam tanggung jawab serta kasih daripada buah hati yang menjadi pelipur lara. Ketika hanya salah satu yang tinggal dan menggenggam erat kenangan yang diam dan memeluk rindu.
Sekarang, esok, tahun depan, dasawarsa berikutnya….tidak akan sama. Waktu selalu menggandeng perubahan.

Selasa, 04 Maret 2014

INVISIBLE CRACKS.....Bagian Empat

Tididid….Tididid…Tididid….

“ Argh, menyebalkan sekali suara alarm ini membuat kepalaku pusing”, gumamku sambil menggosokkan mata. Tiba-tiba aku teringat akan Stephen dan kejadian semalam. Sontak badanku seperti melompat dari tempat tidur. “Apa? Aku sudah diatas tempat tidur?”, alangkah kagetnya saat kulihat jam alarm sudah menunjukkan pukul 05.30 pagi. Apa-apaan ini? Bukankah seharusnya tidak seperti ini? Bukankah seharusnya aku sedang mencari Stephen dan terjatuh di dapur? Siapa yang membiusku? Segala teka-teki itu membuat kepalaku berdenyut nyeri. Kuraih handphone ku dan memutuskan untuk tidak hadir pada hari ini…kepalaku sakit sekali. Aku perlu waktu untuk meluruskan yang sudah kualami tadi. Badanku terasa lemas .

Ah….aku memang membutuhkan istirahat dari segala rutinitasku yang harus bertemu dengan orang-orang yang menyebalkan itu. Menjauhkan diri dari segala tugas-tugas dan segala tatapan yang mengganggu itu barang sehariiii saja. Baiklah, hari ini aku akan membusuk disini. Hanya untuk hari ini.

Setengah jam berlalu dan aku hanya membolak-balikkan badan dengan gelisah. Merasa tidak tahan , akhirnya kuputuskan mencuci seprai dan membereskan rumah; ini lebih baik daripada hanya bengong dan tidak melakukan sesuatu.


---------------------------------**********------------------------------------------



Aku merasa bangga dengan hasil kerjaku di rumah ini. Rumah yang selama ini jarang mendapat “sentuhan” kini terasa sangat luas, bersih, jauh lebih nyaman dari sebelumnya. Senyuman lebarku seketika menghilang saat aku melihat bungkusan hitam di tong sampah. Dengan hati-hati aku menghampiri dan membuka isinya. Rupanya aku masih merasa penasaran dengan kejadian itu.
Ternyata yang kutemukan bukanlah pakaian Stephen semalam atau kain yang kugunakan untuk membersihkan “jejak”; melainkan tumpukan sampah dari dua hari yang lalu, yang belum sempat kubakar. Jidatku berkerut dan mulai merasa nyeri. Apa maksudnya semua ini? Masakan aku hanya bermimpi? Kucoba meraih tangan dan kakiku untuk melihat apakah ada tanda-tanda memar karena terjatuh. Tidak ada yang kutemukan. Ah, berarti itu hanya mimpi. Aku mencoba mengulangi kata-kata tersebut untuk membentuk suatu sugesti. Yap, ha-nya mim-pi.

Setelah membereskan rumah aku membereskan badan ini yang sudah mulai membusuk. Hahaha….lega rasanya sudah mengeluarkan keringat karena melakukan aktivitas yang menenangkan jiwa. Barulah semua sampah-sampah yang ada kubawa ke depan untuk dibakar.

“Rajin sekali pagi-pagi membereskan rumah!”, “Ahaha…sesekali bu. Rumah ini sudah hampir berbulan-bulan tidak terurus”. Ibu Emi, tetanggaku sedang menyapu halaman dan melihat seorang gadis yang selama ini jarang telihat. Mungkin saja ibu Emi merasa heran dengan diriku yang berangkat dari rumah saat pagi-pagi buta dan pulang ketika malam hari menjelang. Akupun menyapa Pak Bram yang sedang santai di teras rumahnya. Namun, aku merasa harus mampir kesana.

Setelah kuperiksa dan kukunci semua pintu dan jendela rumah, kuputuskan untuk ke tetangga yang sudah seperti orangtuaku. Bapak Bram dan Ibu Emi pun menyambut kedatanganku dengan hangat. Kami mengobrol dengan lancar sambil menyantap sarapan pagi buatan ibu Emi. Ah, kehangatan ini sangat kurindukan. Semenjak hari itu….

Alangkah terkejutnya saat aku melihat Koran pagi yang sedang dibaca pak Bram. Mungkin karena melihat wajahku yang penasaran, pak Bram menyodorkan Koran itu untuk kubaca.

Café di kota M Dikelilingi PoliceLine dan Melumpuhkan Kegiatan Operasional Sementara

“Telah terjadi keributan besar di sebuah café kawasan kota M pada pukul 01.35 dini tadi. Keributan ini berasal dari pihak sekuriti yang lengah dan membiarkan seorang pemuda menyusup di ruang ganti artis. Diduga pelaku tersebut menyusup masuk dan menyerang salah satu artis disana. Menurut keterangan saksi, artis tersebut diseret menuju pintu belakang; akan tetapi, berhasil dicegah oleh seorang pemuda lain yang kemudian menjadi korban penganiayaan pelaku.

Ketika pihak keamanan hendak turun tangan, pelaku telah memanggil teman-temannya sehingga menimbulkan keributan besar. Hingga kini, pemuda yang dianiaya beserta pelaku tidak dapat diidentifikasi keberadaannya. Kini pihak kepolisian hendak memeriksa teman-teman pelaku tersebut. Diduga mereka hanyalah preman yang dibayar oleh pelaku.”

PERSIS!

“Ada apa, nak? Kenapa wajahmu seperti itu?”, suara pak Bram menyadarkanku dari lamunan. Ibu Emi menatapku dengan wajah yang terheran-heran. “Berita ini menarik. Saya….merasa seperti menonton cuplikan adegan film detektif. Hahaha!”, aku mencoba menjawab seadanya agar tidak menimbulkan kecurigaan. Kami melanjutkan obrolan hingga menjelang siang hari. Rasanya tidak enak kalau berlama-lama disini.

Dalam perjalanan menuju pintu rumah, kepalaku kembali berkecamuk dengan potongan-potongan puzzle ini. Sugesti yang sudah susah payah kubangun sepertinya harus ditepis. Dari dalam rumah kudengar suara televisi yang menyala. Aku berlari menuju pintu belakang yang sekonyong-konyong sudah terbuka. Astaga, apa lagi ini?!

Jantungku serasa mau melompat saat kulihat sosok pemuda yang mengobrak-abrik lemari es dapur.

“Stephen??”

 “Oh, Hai! Aduh!”, kepala Stephen terbentur rak lemari es karena terlalu terburu-buru menyapaku. “Kenapa kamu tidak hadir hari ini?”. Pertanyaan yang aneh, pikirku. Aku mulai merancang suatu kecurigaan padanya.

“Sesekali ingin menjauh dan membereskan “sesuatu””, jawabku sambil mengangkat bahu.

“Yeah, bisa kulihat rumahmu jauh lebih tertata rapi dan….sesekali bersosialisasi dengan tetangga itu tidak salah kok”, jawabnya sambil melengkungkan cengiran khas Stephen.

“Berarti kamu sudah lama disini. Kenapa tidak nimbrung saja tadi?”

“Males ah, obrolan orangtua”

Sial.

“Jangan cemberut gitu, Gina. Manismu ntar berkurang loh. Tuh, kubawakan makanan dan minuman kesukaanmu; PLUS buah-buahan. Eh, tapi kayaknya buah sekeranjang itu kutarik deh…kukira kamu sakit”

“Terserah”, jawabku sambil berlalu menuju ruang tengah. 

Tanganku ditarik Stephen dan dia mendekatkan dahinya di dahiku. Cukup lama.

“Ah…aku tidak berhasil membaca pikiranmu”

“Apa maksudmu?”

“Ada sesuatu yang ingin kamu katakan padaku?”, dia berkata seperti itu sambil tersenyum. 

Sialan. Bukankah terbalik, seharusnya kamu yang menceritakan “sesuatu” padaku? Tentang kejadian semalam….setelah aku mengantarmu bekerja. Apa yang terjadi di Café itu?

Tidak ada sepatah katapun yang terucap dari mulutku. Aku hanya menurunkan sudut bibir dan menaikkan bahu. “Entahlah, aku hanya merasa lelah. Ingin bermalas-malasan saja hari ini. Seperti yang kubilang tadi, ingin menjauh dan membereskan “sesuatu” ”. Aku merasa sangat kecewa dengan kelakuan Stephen…..dan kelakuanku barusan. Kami seperti bermusuhan. Ah..situasi yang sangat MENYEBALKAN!

“Baju itu….”

Astaga, aku baru sadar kalau sedang memakai kemeja Stephen. Kemeja bulukan yang tidak sudi dipakainya. Kemeja ini kuanggap seperti piyama yang sangat nyaman untuk dipakai di rumah.

“Oh, iya ini untuk terakhir kalinya aku memakai. Karena sudah telalu buluk, setelah ini akan kubuang”.

Bodoooohhh! Kenapa aku menjawab seperti barusaaan? Astaga, makin runyam deh masalahnyaaa! Regina BODOH!

Stephen tidak marah ataupun menjawab pernyataanku barusan. Dia malah mendekat ke arahku. Dia memeluk dengan hangat dan berhasil membuyarkan airmataku. Ah, benar-benar bodohnya aku.

“Sudah, jangan menangis lagi. Kamu mungkin telah mengalami suatu hal buruk dan mempengaruhi moodmu. Aku datang di saat yang tidak tepat, ya kan?”

“Maaf, Stephen, maaf” , aku berhasil membasahi kemeja di badan Stephen dengan airmata dan ingus (jorok!).

“Hee…okelaah aku akan memaafkanmu dengan satu syarat”

“Apa-apaan sih sampai hal seperti ini juga perhitungan?”

“Bukan mengenai kelakuanmu yang jutek itu, sayangku. Tapi lihat, hasil karyamu di kemejaku yang mahal ini!” , Stephen menunjukkan pola abstrak hasil karyaku di kemejanya dengan ekspresi pura-pura kesal. Ah, dia berhasil membuatku tertawa lagi.

“Iya deh ….kuganti deh. Dasar perhitungan banget sih jadi manusia! Apa maumu?”

“Hmmm….apaa yaa?”, dia membuat gesture (sok) sedang berpikir keras. Memang cocok menjadi pelawak manusia satu ini. Tiba-tiba dia memandangiku dengan lekat. Dia meraih daguku dan mencoba mendekatkan wajahnya.

“Stephanie?”

Gerakannya terhenti dan tersenyum. Tersenyum bersalah.

“Istirahatlah. Aku hanya sebentar kesini untuk break jam makan siang. Nanti akan kupikirkan cara menebus kemejaku ini”.

Stephen mencium keningku dan berlalu.

Aku?

Termangu…….

---------------------------------------- ---------TO BE CONTINUED --------------------------------------------------